Undang-undang No. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyaraktan menjelaskan bahwa Pemasyarakatan merupakan bagian dari sistem peradilan pidana terpadu yang menyelenggarakan penegakan hukum di bidang perlakuan terhadap Tahanan, Anak, dan Warga Binaan dalam tahap praadjudikasi, adjudikasi, dan pascaadjudikasi.

SULTAN ALIF HISYAM
Sistem Pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan pelindungan terhadap hak Tahanan dan Anak serta meningkatkan kualitas kepribadian dan kemandirian Warga Binaan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana, sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik, taat hukum, bertanggung jawab, dan dapat aktif berperan dalam pembangunan serta sekaligus memberikan pelindungan kepada masyarakat dari pengulangan tindak pidana.
Namun pemberitaan yang berkaitan dengan kerusuhan yang terjadi di beberapa Lembaga Pemasyarakatan (LP.) yang melibatkan narapidana dan sipir penjara ini terus menjadi sorotan publik seperti yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Tuminting, Manado, Sulawesi Utara, (11/4/2020) dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas III Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, (7/10/2021).
Sesungguhnya bagaimanakah peran Lembaga Pemasyaratakan (LP.) sebagai organisasi publik atau sebagai suatu wadah bagi penyelenggaraan sistem Pemasyarakatan?
Guna menjawab hal itu, dengan menggunakan McKinsey 7S model, Sultan Alif Hisyam selaku Taruna Utama Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (Poltekip.) Angkatan LV Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menganalisis lembaga pemasyarakatan (LP.) sebagai organisasi publik.
Pertama dalam hal Strategy (strategi), LP. memiliki strategi yang jelas untuk memenuhi tugas sistem pemasyarakatan. Tujuan dari strategi tersebut adalah untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada narapidana untuk menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan dan untuk mendukung mereka dalam proses rehabilitasi dan penahanan mereka. Namun, strategi ini perlu ditingkatkan dalam hal memberikan pendidikan dan keterampilan kepada narapidana untuk berkontribusi dan memberikan dampak positif bagi masyarakat.
Selanjutnya dalam hal Structure (struktur), Struktur organisasi Lapas terdiri dari beberapa unit yang saling berhubungan, seperti Satuan Pelayanan, Satuan Pengamanan, dan Satuan Pemasyarakatan. Namun, sebuah LP memiliki beberapa masalah struktural seperti kelebihan kapasitas dan kondisi LP yang buruk. Oleh karena itu, reformasi struktural di lapas diperlukan untuk meningkatkan kinerja dan transparansinya.
Ketiga mengenai systems (sistem), sistem yang digunakan oleh lembaga pemasyarakatan dalam menjalankan tugasnya meliputi tata cara penerimaan, pemeriksaan dan perawatan narapidana. Namun, sistem lapas saat ini masih memerlukan perbaikan dalam hal pengawasan dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya.
Selanjutnya keempat dan kelima terdapat skills (keterampilan) dan staff (staf), LP membutuhkan personel dengan keterampilan dan pengetahuan yang memadai untuk menjalankan tugasnya. Staf yang bekerja di Lapas harus memiliki keterampilan dalam bidang keamanan, pemasyarakatan, dan rehabilitasi narapidana. Meskipun LP memiliki staf yang cukup, namun kualitas staf di sana perlu ditingkatkan. LP harus dapat mempekerjakan dan melatih personel yang memenuhi syarat untuk melaksanakan tugasnya dengan baik.
Keenam Style atau gaya, gaya pengelolaan lembaga pemasyarakatan harus mampu memotivasi para pegawai untuk bekerja dengan baik dan melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab. Gaya manajemen harus dilandasi oleh etika dan moral yang tinggi serta memberikan contoh yang baik bagi karyawan.
Terakhir, Shared Values atau Nilai Bersama, Nilai bersama dalam LP adalah memberikan layanan berkualitas kepada narapidana dan mendukung mereka dalam proses rehabilitasi dan penahanan. Namun perlu ditingkatkan nilai-nilai kebersamaan pengawasan dan tanggung jawab dalam pelaksanaan tugasnya.
Kesimpulannya, Lembaga pemasyarakatan merupakan organisasi publik yang memiliki fungsi strategis dalam sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia. Jika peran Lembaga pemasyaratan ini dapat dilaksanakan secara efektif dan maksimal sesuai analisa 7S model McKinsey ini, maka kerusuhan di dalam LP. akan mampu diredam bahkan tidak akan terjadi lagi, karena penyelenggaraan sistem pemasyaratan dapat berjalan dengan baik yang pada akhirnya mampu mengantarkan warga binaan ini melewati massa tahanannya sampai kembali diterima di tengah-tengah masyarakat. (Penulis adalah Taruna Utama Poltekip Kementrian Hukum dan HAM RI)